id="fb-root"> expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Translate

Laman

Rabu, 02 Desember 2020

Rahim Untuk Dipinjamkan: Melihat Manusia dari Awal Kehidupannya

    Bila ditanya tentang "siapa itu manusia?" Dengan mudah kita akan menunjuk manusia-manusia di sekitar kita. Dimulai dari diri sendiri, orang tua, teman-teman, guru, pak supir, tukang becak, presiden, dan sebagainya. Intinya makhluk berkaki dua, bertangan dua yang disebut juga makhluk rasional dengan mudah kita sebut manusia. Namun, bagaimana dengan makhluk bersel 1, 2, atau yang sudah mulai berbentuk tapi hanya sebesar genggaman tangan yang ada di rahim perempuan? Secara penampakan tentu saja mereka berbeda dari sosok ibu, ayah, atau manusia lain, tetapi apakah itu lantas menjadikan mereka bukan manusia? Bila "kemanusiaan" mereka tersamarkan oleh bentuk mereka, lantas apakah mereka tak memiliki hak dan martabat sebagai manusia? Nah, kali ini aku akan memberikan sebuah rekomendasi buku yang akan menjawab semua itu dengan jelas dan sederhana.

Sabtu, 29 Agustus 2020

Dipenjara "Kebebasan"

      Kebebasan, Kebebasan, Kebebasan, Merdeka! Merdeka! Merdeka!

    Kata-kata yang menarik dan menggugah semangat bukan? kata-kata yang selalu terngiang dalam sejarah dunia, yang selalu digaungkan dan bahkan diperjuangkan hingga mati oleh banyak orang. Kata yang menjadi tujuan dari banyak seminar, demonstrasi, dan berbagai macam obrolan dari bincang politik para ahli, diskusi para filsuf, hingga cangkruk di warung kopi. "Kapan bebas dari PR?" kata yang satu dan "Kapan bebas dari hutang?" kata yang lain. Dalam bernegara banyak yag berpikir kapan bebas dari korupsi? tapi di balik meja ada yang juga memeras otak bagaimana bebas dari jeruji besi atau bebas dari tangkapan KPK. Konsep kebebasan bagiku sangat abstrak. Aku menerima kenyataan ini bahwa hingga saat artikel ini dibuat aku belum bisa mengetok palu di pikiranku tentang definisi kebebasan, atau bagaimana menjadi benar-benar bebas, atau perlukah kita benar-benar bebas? ataukah keterikatan akan sesuatu ternyata penting? Aku menerima kebodohan itu dan berusaha mencatatnya lewat artikel ini dan berharap mungkin suatu hari aku bisa menentukan langkah dan prinsip hidupku tentang ini.

Jumat, 19 Juni 2020

Hati Kudus Yesus, Surat Cinta Yesus Bagi Dunia


     Bulan Juni dikonsekrasikan kepada Hati Kudus Yesus, sedangkan dunia meresmikan bulan ini sebagai bulan untuk merayakan "cinta" bagi orang-orang dengan kecenderungan LGBTQ. Namun sepertinya, tak perlu mengira mana kira-kira yang akan dirayakan lebih meriah oleh manusia dan mana yang lebih menarik perhatian mereka, atau paling tidak mana yang lebih menarik untuk dipromosikan. Bila kita melihat lebih dekat, sebenarnya kedua "perayaan" ini menawarkan satu hal yang mungkin konsepnya agak bias di zaman ini, CINTA. Yang satu mengajak manusia untuk merenungkan, menghidupi, dan mencintai Dia yang HatiNya terus terbakar cinta untuk kita, yang satu mengajak orang untuk mempromosikan "cinta". Yang satu mengajarkan cinta yang adalah pemberian dan pengorbanan diri, yang satu mengajarkan "cinta" yang adalah menggunakan tubuh sebagai objek kenikmatan belaka. Jadi bagaimana dunia seharusnya memandang cinta? Lantas apakah relevansinya Hati Kudus Yesus bagi dunia?

Minggu, 12 April 2020

DIA TELAH BANGKIT!

Beato fra Angelico

                Kristus telah bangkit!
                Ia sungguh telah bangkit!
                Kristus telah bangkit dari kematian,
    wafatNya kalahkan maut membawa sukacita bagi dunia.
    Marilah kita wartakan kebangkitanNya dengan sukacita!
    Marilah hidup dalam terang yang telah dibawaNya
    Dan mari bawa terang itu ke seluruh dunia!
    Tangis tak ada lagi, duka tak berkuasa lagi
    Sebab Ia telah bangkit dan bawa sukacita,
    melenyapkan satu-satunya sumber kedukaan kita
    kematian akibat dosa.
    Marilah memuji Tuhan dan meluhurkan NamaNya!
    Sebab Ia telah melakukan karya yang besar.
    Dia bangkit! Dia hidup!
    mari kita wartakan! Alleluia!




-SDCV-

Senin, 06 April 2020

Celebrating Birthdays and People


                Hari ini, 6 April 2020 tepat 18 tahun sudah aku hidup di dunia ini. Tahun ini aku akan merayakannya dengan sedikit berbeda, berdiam diri di rumah, tanpa ada pilihan untuk bertemu dengan teman atau keluarga. Pandemi COVID 19 memaksaku untuk melakukannya. Tetapi tahun ini aku menemukan sesuatu yang sangat indah. Di tengah karantina aku banyak menghabiskan waktu dengan membaca, dan tepat sebelum ulang tahunku aku membaca cuplikan dari buku yang berjudul The Heart of Henri Nouwen: His Words of Blessing yang mana mengubah cara pandangku dan membuatku lebih memaknai hari ini, memaknai hidup manusia, khususnya hidupku.

Jumat, 27 September 2019

"Dipenjara Aturan"


     "Aturan ada untuk dilanggar" entah darimana semboyan ini berasal yang jelas hal itu sangat menggangguku. Setidaknya akibat dari perbedaan pandangan ini ratusan diskusi dan "debat" tercipta baik dengan teman, keluarga, hingga beberapa guru di sekolah. Alasannya sederhana, bagiku aturan ada agar tidak terjadi kekacauan, maka sudah layak dan sepantasnyalah kita menaatinya. Namun itu semua ditentang atas dasar kebebasan katanya. Bagiku justru aturan dibuat untuk melindungi kebebasan manusia yang kadang terlalu liar. Aturan ada agar kebebasan manusia, hak mereka, tidak merampas hak dan kebebasan orang lain. Tentu saja di dunia ini tak ada kebebasan yang total, nyatanya sejak awal hidup manusia tak ada kebebasan kapan, dimana, dan oleh siapa kita dilahirkan. Matipun bila tidak bunuh diri kita tak bebas menentukan kapan maut menjemput, bunuh diripun terkadang bukan jaminan nyawa bisa melayang, ditambah lagi berbagai hal yang tak ada hubungannya dengan kebebasan manusia, bencana alam misalnya. Intinya memperjuangkan kebebasan bukan berarti alasan untuk melanggar aturan.

Senin, 28 Januari 2019

Revolusi Ide

    
     Perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, hal itu selalu ada dan akan tetap ada. Entah perubahan menuju ke arah yang lebih baik atau lebih buruk, semua menghiasi dunia kita, kehidupan kita, mewarnai semesta sejak awal dia bermula. Hari ini aku memutuskan untuk kembali mengunjungi sebuah karya yang pernah kubuat, yang pernah kugunakan sebagai media pengungkapan ide dan pengembangan bakat, blog ini. awalnya aku ragu mengingat bahwa telah lama aku tidak lagi berkarya lewat blog ini. Sebuah dorongan dari dalam akhirnya menuntunku melihat sejauh mana blog ini dapat berguna bagi sesamaku, bagi lingkunganku, bagi dunia. Aku melihat kembali, sekian banyak "postingan" abstrak yang pernah ku buat, tanpa arah, beberapa hasil pemikiranku yang tanpa dasar, beberapa hanyalah hasil salinan dari karya lain yang tidak bertanggung jawab, bahkan beberapa dibuat dengan asal dan tidak beraturan. Apa boleh buat? Saat blog ini pertama kali kubuat aku hanyalah anak berusia  10 tahun yang tidak mengerti apa-apa tentang aturan kebahasaan, etika berpendapat, maupun bermedia. Saat itu yang aku pikirkan hanyalah menulis, menulis, dan menulis, benar atau salah, baik atau buruk, tergantung suasana hati, pokoknya MENULIS.

     Enam tahun berlalu dan kini terbesit lagi di pikiranku untuk kembali berkarya melalui blog ini. Aku melihat duniaku, dunia kita yang penuh dengan kekacauan. Semua berjalan kearah yang semakin gelap, semakin kelam. Apalagi aku melihat sesamaku di zaman ini yang sangat mudah terseret arus. Aku merasa bahwa aku harus bertindak, paling tidak dengan cara yang aku bisa, mengubah diriku, mengubah sesamaku, dan mengubah dunia. Aku memang bukan orang yang dapat membuat sesuatu menjadi menarik, aku juga tidak bisa membuat sesuatu menjadi mudah diterima orang lain, aku hanya ingin berkarya, mengubah dunia dengan cara yang aku bisa. 
     
     Akhir kata, blog ini akan tetap menjadi blogku, mediaku untuk menuangkan ide-ideku yang kadang terpenjara dan tak terbagikan. Aku akan kembali menggunakan blog ini sebagai mediaku mewartakan kebenaran dan kabar baikNya, dengan caraku, dan dengan sebisa mungkin memberi cinta pada setiap kata yang kutulis, tidak seperti yang dulu kulakukan. Demikian catatan kecil ini, terimakasih banyak, semoga blog ini menjadi media yang membawa terang di tengah dunia yang semakin gelap ini, Tuhan memberkati

Senin, 17 September 2018

Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Arif dan Berkesinambungan



“LAUDATO SI mi Signore” – “Terpujilah Engkau, Tuhanku.” Dalam nyanyian yang indah ini, Santo Fransiskus dari Assisi mengingatkan kita bahwa rumah kita bersama bagaikan saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan seperti ibu yang jelita yang menyambut kita dengan tangan terbuka. “Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang menopang dan mengasuh kami, dan menumbuhkan berbagai bauh-buahan, berserta bunga warna-warni dan rerumputan.”
-          Paragraf I Pengantar Ensiklik ‘Laudato Si’ Paus Fransiskus –

Bumi dan segala isinya adalah rahmat Tuhan Yang Mahakuasa bagi manusia. Segala hasil bumi di atas tanah, pertanian, perkebunan, hutan, dan segala isinya; di bawah tanah dengan hasil tambang; di laut dengan segala kekayaannya adalah  ‘hadiah’ takternilai dari Sang Pencipta. Manusia, sebagai makhluk berakal budi memiliki peran dalam merawat bumi dan segala kekayaannya, rumah kita bersama dengan arif dan berkesinambungan tak hanya untuk kelangsungan generasi ini tetapi juga untuk kelangsungan generasi yang akan datang.

Apa itu pemanfaatan Sumber Daya Alam yang ‘arif’ dan ‘berkesinambungan’? Pemanfaatan adalah suatu proses atau cara untuk memanfaatkan atau menggunakan sesuatu. Arif berarti bijaksana, yaitu tindakan yang dilakukan dengan menggunakan akal budi dengan cermat dan hati – hati. Sedangkan berkesinambungan berarti berlanjut atau terus menerus. Maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang arif dan berkesinambungan adalah suatu cara atau proses untuk menggunakan SDA dengan cermat dan berhati-hati agar dapat berlanjut terus – menerus dan dinikmati oleh generasi yang akan datang.

Mengapa SDA harus dimanfaatkan dengan arif dan berkesinambungan? Sebab bumi adalah rumah kita bersama, rumah dari segala makhluk dan segala generasi. Setiap manusia memiliki kewajiban untuk merawat dan memanfaatkan bumi agar segala hasil bumi yang dapat kita nikmati sekarang juga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang. Generasi ini banyak merampas hak generasi mendatang untuk menikmati bumi seperti dengan penebangan liar, pembakaran hutan, eksploitasi besar – besaran SDA, dan lain sebaginya. Bila tidak dihentikan, maka kita akan menyaksikan kepunahan dan kehancuran rumah kita dan akhirnya kepunahan kita, manusia.

Paus Fransiskus pernah berkata:“Kita semua dipanggil untuk membangun dunia sebagaimana Allah telah menciptakan taman yang indah untuk dirawat, dimana semua orang bisa hidup bersama.“. Hal ini menegaskan bahwa tanggungjawab untuk memanfaatkan SDA dan merawat bumi dengan  arif dan berkesinambungan adalah tugas semua orang, tanpa terkecuali! Dunia adalah hadiah yang telah kita terima secara gratis dan yang kita bagi dengan yang lain. Jika bumi diberikan kepada kita, kita tidak lagi dapat berpikir hanya menurut ukuran manfaat, efisiensi, dan produktivitas untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk seluruh manusia termasuk generasi yang akan datang.

Bagaimana memanfaatkan SDA dengan arif dan berkesinambungan untuk merawat rumah kita serta kelangsungan generasi yang akan datang? Sebagai pribadi, manusia harus menyadari perannya yaitu dengan memanfaatkan hasil-hasil alam dengan cara yang tidak merusak dan mengeksploitasi (misal: bom, pembakaran, pukat harimau, dan lain sebagainya.). Sebagai masyarakat, manusia dapat saling berkerjasama dalam membangun lingkungan yang bertanggungjawab seperti: melakukan proses tebang pilih saat menebang hutan serta melakukan reboisasi setelahnya. Sebagai bagian negara dan organisasi internasional, setiap anggota harus memperjuangkan hukum yang melindungi alam dan hasil-hasil bumi dari ekspliotasi dan penggunaan yang merusak dan tidak bertanggungjawab serta berkomitmen untuk melaksanakannya secara nyata.

Setiap insan juga harus memiliki kesadaran mengenai batasan penggunaan bersama untuk kesejahteraan bersama. Manusia tidak memikirkan sesama yang hidup saat ini saja melainkan juga generasi berikutnya, ini adalah dasar dari prinsip berkelanjuta. Melakukan kegiatan ekonomi berkelanjutan berarti masyarakat tidak boleh memakai lebih dari yang diperlukan, sumber daya entah yang tergatikan atau terbarukan. Maka dalam memafaatka SDA harus diingat bukan hanya keuntungan sediri tetapi juga kesejahteraan semua orag yaitu keseahteraan umum. Pemilik barang bertanggungjawab menggunakannya secara produktif atau membuatnya tersedia bagi orag lain yang bisa memanfaatkannya secara produktif. Sehingga semua orang dari segala kaum dan generasi dapat menikmati kekayaan alam karya Maha Agung Sang Pencipta.


“Kita memperlakukan dunia,
seolah-olah kita masih punya satu lagi tersimpan di lemari.”
-         Jane Fonda - 



Oleh: Stefanus Dominikus Christian Viming
 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...