id="fb-root"> expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Translate

Laman

Sabtu, 29 Agustus 2020

Dipenjara "Kebebasan"

      Kebebasan, Kebebasan, Kebebasan, Merdeka! Merdeka! Merdeka!

    Kata-kata yang menarik dan menggugah semangat bukan? kata-kata yang selalu terngiang dalam sejarah dunia, yang selalu digaungkan dan bahkan diperjuangkan hingga mati oleh banyak orang. Kata yang menjadi tujuan dari banyak seminar, demonstrasi, dan berbagai macam obrolan dari bincang politik para ahli, diskusi para filsuf, hingga cangkruk di warung kopi. "Kapan bebas dari PR?" kata yang satu dan "Kapan bebas dari hutang?" kata yang lain. Dalam bernegara banyak yag berpikir kapan bebas dari korupsi? tapi di balik meja ada yang juga memeras otak bagaimana bebas dari jeruji besi atau bebas dari tangkapan KPK. Konsep kebebasan bagiku sangat abstrak. Aku menerima kenyataan ini bahwa hingga saat artikel ini dibuat aku belum bisa mengetok palu di pikiranku tentang definisi kebebasan, atau bagaimana menjadi benar-benar bebas, atau perlukah kita benar-benar bebas? ataukah keterikatan akan sesuatu ternyata penting? Aku menerima kebodohan itu dan berusaha mencatatnya lewat artikel ini dan berharap mungkin suatu hari aku bisa menentukan langkah dan prinsip hidupku tentang ini.

    Dari banyak definisi KEBEBASAN atau KEMERDEKAAN baik dari kamus, tanggapan orang, dan lain-lain, kurang lebih dapat disimpulkan bahwa kebebasan adalah keadaan bebas dari segala rintangan atau ikatan, juga bebas untuk melakukan sesuatu. Memikirkannya membuatku sangat tergelitik, sebab kenyataannya kita bebas, tapi pada saat yang sama pasti kita menyadari kita terikat pada sesuatu, entah hukum, perasaan bersalah, atau rasa kantuk meskipun kita juga sebenarnya punya kebebasan untuk melanggar hukum, bersikap tak acuh, atau menahan kantuk dan bergadang. Hal lain yang menarik adalah perjuangan mencari kebebasan ini rasanya tidak pernah berakhir sepanjang sejarah. Ribuan tahun sudah manusia hidup, tapi mereka belum juga bisa menjadi "bebas" entah apa itu kebebasan mereka cari, yang jelas yang aku tahu hingga detik ini masih banyak insan yang berjuang untuk hal itu.

    Kasus ekstrim sekaligus sederhana misalnya, berkaitan dengan Hak Asasi Manusia terutama tentang seksualitas dan perkawinan. Berzaman-zaman di berbagai kebudayaan manusia memiliki berbagai tradisi dan pemaknaan terkait proses perkembang biakan ini. Hingga kini, agama membantu manusia memaknainya dengan berbagai cara. Namun ada orang yang ingin terbebas dari "kekangan" aturan-aturan itu misal dengan kawin sirih, seks bebas, berhubungan sesama jenis, bahkan berpindah jenis kelamin bagi yang menginginkannya. Namun kebebasan itu tidak semata-mata membebaskan mereka dari kenyataan; misal bagi para homoseksual dan transgender tidak akan bisa menghasilkan keturunan dari tindakan seksual mereka, atau resiko penyakit seksual untuk mereka yang free sex. Bahkan sebebas-bebasnya budaya seks itu tidak membebaskan manusia dari rasa ingin memiliki atau ingin dicintai lebih oleh pasangannya dengan setia. Hal itu berlanjut pada perdebatan tentang buah dari hubungan seksual yaitu manusia. Apakah seorang ibu bebas mengaborsi bayinya? Apakah bayi tidak memiliki hak dan kebebasan untuk hidup? Hal ini tak jarang membawa manusia pada pertanyaan-pertanyaan seperti apakah hidup hanya untuk seks atau apakah seks hanya untuk kenikmatan? Apakah berkomitmen dan mengikuti ajaran agama berarti tidak bebas? atau perlukah kita benar-benar bebas dari semua hal itu?

    Jujur saja bagiku manusia tidak akan pernah benar-benar bebas. Bebas bepergian? Sebebas-bebasnya manusia tidak bisa mereka bebas pergi kemanapun yang diinginkan dalam sekejap. Manusia sudah membuat pesawat tetapi manusia tidak akan bebas terbang tanpa bantuan burung besi dan mesinnya itu. Manusia juga tidak bisa membebaskan diri dari kelemahan-kelemahan tubuhnya. Atlet lari terkuat sekalipun pasti mati kalau kita paksa berlari dari Afrika Selatan ke Rusia tanpa istirahat. Manusia juga tidak bisa bebas dari kebutuhannya untuk bernafas bila tidak, mereka akan meet and greet dengan kematian. Tentang kematian yang mungkin dianggap sebagai kebebasan dari tubuh juga terlalu memusingkan untuk dibayangkan, tapi yang jelas orang mati tidak bebas untuk kembali hidup. Dan kita semua sebebas-bebasnya tidak bisa membebaskan diri dari Dia Yang Ada, bahkan menolak keberadaanNya juga bukan solusi untuk lari dari Dia.

    Di titik ini aku menyimpulkan bahwa keterikatan itu dalam arti tertentu baik, kita tidak harus bebas dari semua hal atau bebas untuk melakukan semua hal. Yang perlu adalah kita harus bebas untuk melakukan apa yang baik dan benar, dan bebas dari semua hal yang menghalanginya. Contoh sederhananya tentang kecanduan. Banyak orang ingin bebas untuk menonton pornografi, bagi mereka hukum dan agama menghalangi mereka untuk melakukannya. Mereka pikir bisa menonton video porno adalah kebebasan, padahal mereka memenjarakan diri pada kecanduan akan pornografi yang mana untuk melepaskannya akan sangat sulit. Maka menurutku akan lebih baik memenjarakan diri pada hukum moral dan agama dari pada memenjarakan diri pada kecanduan. Sama seperti lebih baik "terpenjara" oleh kebutuhan untuk bernafas daripada terpenjara oleh penyakit pernafasan.

    Aku rasa cukup sampai di sini dulu. Aku ingin mensyukuri dan menerima keterbatasan otakku dan tubuhku. Kalian juga bebas untuk beropini dan dalam hal ini berkomentar, bebas untuk setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka. Sama seperti aku bebas untuk mengetik artikel ini dan mencurahkan pandanganku dengan caraku dan gaya bahasaku meski tidak terstruktur dan tidak jelas. Tapi marilah dengan bebas mengikatkan diri kita untuk melakukan apa yang baik dan benar, mencari apa yang baik dan benar, dan menjalani petualangan kehidupan ini dengan sukacita. Marilah manusia-manusia bebas,  mari memaknai kebebasan kita! Tuhan memberkati!


-SDCV-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...