id="fb-root"> expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Translate

Laman

Jumat, 29 Agustus 2014

5 Cerita Horor Spesial Agustus

     Yahh, akhirnya guys, janji admin tertepati juga dan berhubung sekarang masih nuansa kemerdekaan (yah zombie pahlawan maksudnya) maka admin akan membuat post2 Horor yang nggak terlalu serem sih (maklumlah masih amatir) yang admin copas dari Okaruto dan Blog-blog tetangga. Chek it out!
    
1.Aku Tidak Mati

 Aku hanya sangat, sangat sibuk dengan pekerjaan. Rupanya bekerja di industri layanan pelanggan tertentu di musim panas berarti bahwa Anda tidak memiliki waktu luang. Setelah saya mencari cara untuk memperbaiki situasi ini dan / atau bekerja menenangkan saya akan posting secara teratur lagi. Aku benar-benar menyesal meninggalkan semua orang menggantung 

2.Hilang dan Menemukan (Lost and Found)

 Di daerah saya tinggal, itu cukup umum untuk anak-anak kecil atau orang tua untuk berkeliaran dan tersesat. Ketika itu terjadi, balai kota akan memberikan pengumuman.

"Seorang pria berusia ## tahun telah hilang sejak hari sebelumnya. Ia mengenakan ..."

Dan ketika orang itu ditemukan, pengumuman lain akan dilakukan.

"Orang yang hilang sebelumnya sekarang aman."

Setiap musim dingin Anda dapat mengharapkan untuk mendengar pengumuman tersebut beberapa kali. Bahkan pagi ini ada pemberitahuan bahwa seorang pria berusia 67 tahun mengenakan baju hitam hilang. Ini di luar dingin, tapi kurasa dia hanya ingin berjalan-jalan.

Kemudian di hari itu, tindak lanjut pengumuman dibuat.

"Orang yang hilang sebelumnya telah ditemukan."

(yang bisa tahu artinya cerita kedua ini spesial banget)

3.Rumah Sakit Terbengakalai

Aku mengambil map berisi catatan pasien ke dalam tanganku untuk melihat apakah ada sebuah telepon yang masuk atau tidak. Begini, aku melakukan hal ini untuk sebuah tantangan.
Ketika aku mulai berpikir sebaiknya aku pulang saja karena tak ada sesuatupun yang terjadi, lampu senterku tiba-tiba mati dan terdengar suara yang keras, “THUD!” dari tengah kegelapan.
Tiba-tiba saja senterku menyala dan salah satu temanku melihat ke arah belakangku dengan wajah ketakutan. Beberapa saat kemudian, kamipun berpencar-pencar seolah-olah ada “sesuatu” yang mengejar kami. Aku tak tahu apakah sesuatu telah terjadi, namun aku terlalu takut untuk menoleh ke belakang dan ikut berlari.
Aku kembali ke tempat dimana kami meninggalkan mobil kami, tapi ...
“Sialan! Orang macam apa yang meninggalkan temannya seperti ini?” mobil itu sudah menghilang bersama teman-temanku yang lain, “Sial! Berarti aku harus berjalan pulang!”
Aku berjalan sambil menyeret kakiku. Mungkin karena aku belum pernah berlari sekencang itu seumur hidupku sehingga tubuhku kelelahan. Namun tubuhku terasa berat, seolah-olah ada yang berpegangan kepadaku.
Apa aku kesurupan? Tunggu, apa yang barusan kukatakan? Jangan berpikir yang aneh-aneh! Aku hanya ingin segera kembali ke rumah dan beristirahat. Aku masih memegang map berisi catatan pasien dari rumah sakit tersebut.
Akhirnya aku tiba di rumah.
Huh? Ponselku tak ada. Apakah aku menjatuhkannya di rumah sakit itu? Serius, ini tidak lucu! Aku merasa terlalu takut untuk kembali ke sana.
Tiba-tiba aku melihat lampu merah berkedip. Seseorang meninggalkan pesan di mesin penjawab telepon.
Buku kudukku mulai berdiri. Urban legend mengatakan jika kamu mengambil sesuatu dari rumah sakit itu, maka kamu akan menerima telepon dari para “penghuni” rumah sakit itu yang akan meminta kembali barang apapun yang kamu ambil.
Apa ini sungguhan?
Dengan gemetar aku menekan tombol “play”.
“Hei, apa kau baik-baik saja? Telepon aku segera jika kamu menerima pesan ini!” ternyata itu dari salah satu temanku.
“Hahahahaha...” aku tertawa. Aku tahu urban legend itu cuma bohongan.
Aku segera mengangkat telepon dan menghubungi temanku itu.
“Hei, apa yang kalian pikirkan? Kalian barusan meninggalkanku sendirian di sana!” seruku marah.
“Ah, kamu baik-baik saja. Aku lega ...” temanku itu kemudian terdengar sedang berseru kepada teman-teman kami yang lain yang juga ikut tantangan itu, “Hei, dia baik-baik saja.”
Aku mulai kesal, “Memangnya apa yang tadi kalian lihat sampai kalian lari ketakutan seperti itu?”
“Hah, kau tidak melihatnya? Serius?”
“Aku lari dari sana begitu melihat kalian juga berlari. Aku terlalu takut untuk melihat ke belakang. Kakiku sampai sekarang sakit gara-gara berlari tadi.”
“Ah, masa kau lupa? Tadi ada sesuatu yang menarikmu, mungkin karena itu kakimu terasa sakit. Tidak ada luka lebam atau apa kan?”
“Apa? Apa maksudmu? Tidak ada yang menarikku, kok!”
Dia kemudian menjelaskan bahwa saat lampu senter kami mati, terdengar suara “Thud!” yang keras dan begitu lampu senter menyala kembali, mereka melihat aku sudah terbaring di lantai dengan puluhan tangan muncul dari lantai, menarik tubuhku erat-erat.”
“Apa?” aku sama sekali tak ingat kalau aku terjatuh tadi. Apa mereka sedang mengerjaiku?”
Setelah menutup telepon, aku terus memikirkan apa yang baru saja terjadi. Namun aku sama sekali tak mengerti.
“Ring ring ring! Ring ring ring!”
Aku segera mengangkat telepon itu, “Hei, apa lagi?”
“Halo, ini dari rumah sakit.”
“Apa? Apa ini semacam lelucon? Ini sama sekali tidak lucu!”
“Ini dari rumah sakit.”
Sial! Apa ini semua serius?
Mataku menatap ke arah map catatan pasien yang kubawa ke rumah bersamaku. Aku mendapatkan perasaan tak enak...perasaan yang sungguh tak enak.
Aku merasa bulu kudukku berdiri dan segera aku merasa dalam kesulitan.
“Ma...maafkan aku...” jawabku ketakutan, “Kumohon maafkan aku....aku akan segera mengembalikan catatan pasien yang aku ambil. Aku sungguh minta maaf.”
“Tidak...kami tidak memerlukan catatan itu Pak.”
“Maafkan aku, aku takkan melakukannya lagi! Kumohon, maafkan aku! Maafkan aku!”
“Tolong datang ke rumah sakit sesegera mungkin Pak.”
“Maafkan aku...maafkan aku...” tanpa sadar aku mulai menangis.
“Pak, anda meninggalkan sesuatu di rumah sakit, jika kami tidak salah. Tolonglah segera datang ke rumah sakit kami. Kami sangat ingin bertemu dengan anda segera.” Telepon itupun ditutup.
Sial, aku tak bisa lari lagi. Aku menyiapkan diriku untuk hal terburuk yang bisa terjadi. Mungkin mereka akan mengatakan bahwa aku lupa untuk menyerahkan hidupku pada mereka atau hal-hal mengerikan semacam itu.
Aku tak bisa kabur. Tak ada siapapun yang bisa menyelamatkanku. Tak ada jalan lain ...
Waktu berjalan dengan sangat cepat dan akupun tiba di rumah sakit malam itu.
Seorang suster berdiri sendirian di tengah sebuah lobi yang luas. Satu-satunya yang kuperhatikan saat itu bahwa ia masih sangat muda dan manis. Yah, bahkan dalam situasi gawat seperti inipun, hanya hal semacam itu yang bisa kupikirkan.
“Saya datang untuk mengambil...apapun yang saya tinggalkan di sini...” ucapku gemetar.
“Barang anda yang hilang ada di sini.” dia mengangkat sebuah telepon genggam dan menunjukkan kepadaku.
“Ah, itu telepon saya! Saya pikir saya menjatuhkannya di sini... Apa maksud anda barang yang tinggalkan adalah...ponsel ini?”
“Ya, Pak.”
Aku menghela napas lega setelah menyadari situasinya tak seburuk yang aku duga.
“Terima kasih! Terima kasih banyak!” aku kemudian menyadari bahwa aku masih memegang map catatan pasien milik mereka, “Oh ya, ini milik anda! Maaf saya tadi mengambilnya.”
“Tapi kami benar-benar tak membutuhkannya Pak.” Saat ia mengatakannya, ia menjatuhkan map tersebut ke lantai dan tiba-tiba sesuatu muncul dari bawahku, menggapai dan menarikku hingga aku terjatuh.
“Apa?”
Begitu aku sadar, aku sedang terbaring di lantai dan puluhan tangan tengah menahanku di situ.

4.Segi Empat

 
Alkisah, lima orang pendaki gunung tersesat di tengah pegunungan bersalju (versi lain cerita mengatakan mereka merupakan korban selamat dari suatu kecelakaan pesawat). Karena tidak kuat, salah satu dari kelima pendaki itu akhirnya meninggal. Namun keempat temannya yang lain menolak meninggalkan jenazah teman mereka di tengah gunung dan memutuskan membawanya.
Hingga suatu saat di tengah badai salju, mereka menemukan sebuah pondok kayu.
Mereka bersyukur dan segera berlindung di dalam pondok kayu itu. Pondok itu berbentuk segiempat. Pondok itu tampak sudah tua, namun masih kokoh.
Celakanya, sama sekali tak ada penerangan di dalam pondok itu, sehingga mereka terpaksa menghabiskan malam dalam kondisi gelap gulita.
Mereka meletakkan jenazah teman mereka di tengah ruangan yang berbentuk segi empat itu.
Mereka mulai bercakap-cakap.
“Malam ini kita tidak boleh tidur. Bila kita tidur, bisa-bisa kita tidak bangun lagi.”
“Ya, aku tahu. Tapi bagaimana caranya? Bila kita tidak melakukan sesuatu, kita pasti akan tertidur.”
“Aku tahu, kita lakukan saja suatu permainan.” Usul salah satu teman mereka, masih dalam kondisi gelap gulita. Mereka sama sekali tak bisa melihat satu sama lain, jadi mereka tak tahu dengan siapa mereka berbicara dan siapa yang mengusulkan permainan itu.
“Permainan apa?”
“Begini, ruangan ini kan berbentuk kotak. Bagaimana jika masing-masing dari kita berempat berdiri di tiap pojok ruangan. Nah, saat permainan dimulai, salah satu dari kita berlari ke pojok ruangan terdekat dan menepuk punggung temannya yang ada di situ. Lalu ia yang ditepuk punggungnya harus berlari lagi untuk menepuk punggung temannya yang ada di pojok terdekat dengannya. Begitu terus hingga kembali ke orang pertama dan diteruskan sampai fajar tiba.”
“Itu ide bagus,” semua orang tampaknya setuju, “Dengan begitu kita akan bergerak semalaman dan tubuh kita akan terasa hangat.”
Akhirnya mereka melakukan permainan itu. Masing-masing dari mereka, sebut saja A, B, C, dan D berdiri di pojok ruangan. A mulai berlari ke B dan menepuk pundak B. B kemudian langsung berlari dan menepuk pundak C. C lalu berlari menepuk pundak D. Dan begitu seterusnya, mereka melakukan permainan itu hingga pagi.
Saat pagi tiba, mereka mulai merasa lega. Cahaya mulai menerangi seluruh ruangan sehingga mereka bisa melihat seisi ruangan. Salah satu teman mereka rupanya mengenali tempat ini dan tahu jalan keluar dari tempat itu.
Namun saat mereka menyadari bentuk ruangan yang mereka tempati sejak semalam, mereka mulai sadar ada yang tidak benar.
Lalu mereka mulai ketakutan.
Permainan itu ternyata tak sesimpel yang mereka duga.
clip_image002
Permainan dimulai ketika A berlari dan menepuk pundak B. B kemudian berlari menepuk pundak C. Lalu C berlari menepuk pundak D. Sampai di sini tak ada masalah. Namun ketika D berlari ke A, semestinya tak ada orang di sana, sebab A sudah berada di B. Benar bukan? Sehingga D harus berlari 2 kali agar dapat menepuk pundak A.
Namun saat mereka bermain, tak ada seorang pesertapun yang harus berlari dua kali.
Saat tiba di A, D menepuk pundak seseorang yang kemudian berlari menepuk pundak A yang sedang berada di B.
Merekapun sadar, permainan ini walaupun dilakukan di ruangan berbentuk segi empat, tak bisa dilakukan oleh empat orang.
Permainan ini harus dilakukan oleh lima orang.
Namun mereka hanya ada berempat saat mereka melakukan permainan itu.
Lalu mereka menatap jenazah teman mereka yang terbujur kaku di tengah ruangan.
Ya, mereka tak hanya berempat di dalam ruangan.
Mereka berlima. 

5. 21 dan Masih Menghitung
 
Suatu hari seorang gadis muda tengah menunggu di sebuah stasiun kereta ketika ia mendengar seseorang bergumam di belakangnya. Ia berbalik dan melihat seorang wanita duduk di sebuah bangku. Gadis itu menyadari saat itu hanya ada mereka berdua di stasiun tersebut.
Wanita itu sangat aneh, pikir gadis itu. Wanita itu berumur 40-an dan duduk dengan tidak tenang. Ia menggoyang-goyangkan badannya ke depan dan ke belakang sambil bergumam,
“21...21...21...”.
Gadis itu bisa melihat kalau wanita itu terlihat agak “stress”, bahkan mungkin gila.
Ia berniat untuk mengacuhkan saja wanita itu. Namun wanita itu terus saja bergumam,
“...21...21...21...”
Lama-kelamaan gadis itu menjadi penasaran. Iapun bangkit dari kursinya dan menghampiri wanita itu.
“Ibu, apa yang sedang ibu hitung?”
Wanita itu tak menjawab, bahkan tak menatap gadis itu. Ia hanya terus bergumam,
“....21....21...21....”
Gadis itu melihat di sekitarnya, mencoba mencari tahu apa yang sedang wanita itu hitung. Di saat yang sama, gadis itu heran. Jika ia memang menghitung sesuatu, mengapa angkanya selalu sama.
Kemudian terdengar suara kereta datang.
Tiba-tiba saja wanita itu menerjang gadis muda dan mendorongnya ke arah rel.
“Aaaaaa!!!” teriak gadis itu, namun terlambat. Kereta yang melaju kencang itu terlanjur menyambar tubuhnya.
Warna merah dari darah gadis itu bercipratan hingga ke dinding dan kursi-kursi di stasiun itu.
Wanita itu kembali duduk seolah tak terjadi apa-apa dan mulai bergumam.
“...22....22...22...” 
 
     Yah guys, admin rasa sekian dulu yah post admin hari ini, memang sih acak-acakan (soalnya copas) dilain kesempatan pasti akan admin perbaiki.See you guys,God bless you!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...