id="fb-root"> expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Translate

Laman

Minggu, 08 Desember 2024

WYD: "Saatnya Pergi!"

  

(foto sebelum berangkat, mumpung masih seger ^^ )

    Sesudah berbulan-bulan persiapan, baik secara rohani maupun jasmani, secara spiritual maupun teknikal, tibalah hari keberangkatan kami: 24 Juli 2023. Peserta WYD bersama Komunitas Emmanuel ada 18 orang (aku termasuk). 11 orang berangkat dari Surabaya, 6 berangkat dari Jakarta, dan 1 dari Dili, Timor Leste. 


Peziarahan sudah dimulai!

    Sebelum menceritakan keberangkatan, izinkan aku mundur sebentar ke hari sebelumnya. Di tengah kesibukan mempersiapkan segala yang harus dibawa, aku merenungkan dan menemukan sesuatu: peziarahan sudah dimulai! *bahkan jauh sebelum ini. Aku melihat bahwa mengatakan "ya" dan mendaftar meskipun dengan berbagai masalah saja sudah sikap iman dan awal dari peziarahan. Belum lagi aku merenungkan juga apa yang terjadi selama persiapan. Semua orang dengan caranya masing-masing berusaha untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk bisa pergi, termasuk menanggung segala kesulitan: ribetnya bikin visa, ketakutan ini-itu, dan sebagainya. aku menyimpulkan "Untuk WYD yang di dunia aja kita seniat ini, menanggung berbagai hal dan berjuang sedemikian rupa untuk bisa pergi, bukankah harusnya kita berusaha lebih giat untuk bisa bersatu dengan Allah dan semua saudara di surga nanti?"


"Aku mau jadi miskin di hadapan Allah!"

    Tanggal 23 malam, grup WA para peserta WYD mulai diramaikan dengan pesan "see you" menjelang hari keberangkatan dan petualangan yang menanti. Sedangkan aku si last minute yang tak kunjung bertobat ini masih packing  sampai menjelang jam tiga pagi tanggal 24 Juli! 

    Di WYD ini, kita akan semi-backpacking jadi hanya bisa bawa barang yang benar-benar esensial. Ini jadi salah satu yang bikin lama, beberapa barang yang sudah disiapkan jauh-jauh hari ternyata terlalu banyak untuk dimasukkan dalam satu backpack, harus ditata ulang! 

    Di tengah kebingungan menata ulang barang-barang, otakku dikacaukan dengan pikiran-pikiran yang membangkitkan lagi 'si peragu' dalam diriku. Ketakutan naik pesawat yang sempat sirna mulai muncul, perasaan tidak puas karena belum menyelesaikan buku bahasa Portugis dasar (aku mempelajari dasar-dasar bahasa Portugis dan karena kesibukan sampai hari keberangkatan aku tidak menyelesaikan buku itu), perasaan ragu apakah aku akan bisa jadi penerjemah yang baik bagi grup (di WYD ini aku dapat tugas menjadi penerjemah khususnya kepada mereka yang bahasa inggris/prancisnya kurang baik), dan sejuta pikiran buruk lainnya.

    Setelah semua persiapan aku rasa cukup, aku teringat bahwa hari itu adalah hari ulang tahun aku masuk ke Gereja Katolik, "24 Juli, ini awal perjalananku sebagai orang Katolik!" Untuk merayakannya, di tengah heningnya pagi itu, aku menyisihkan waktu untuk menyanyikan Credo dan Veni Creator sambil bersyukur bisa mengawali peziarahan WYD pada hari aku mengawali peziarahanku sebagai orang Katolik. Tiba-tiba aku teringat suatu ayat yang mengusir jauh semua kekacauan yang meramaikan otakku: "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya kerajaan Surga." (Mat 5:3). Detik itu, aku berkata kepada Tuhan "Aku mau jadi miskin di hadapanMu, itu temaku di WYD ini!" 

    Maksud dari ayat itu adalah seseorang harus mengandalkan Tuhan sepenuhnya dan tidak terikat pada kekayaan material maupun spiritual, atau pada apapun yang bukan Tuhan. Demikianlah aku rasa di WYD ini aku diajak untuk belajar menjadi miskin, bergantung pada Dia sepenuhnya dan bukan pada barang-barang atau kemampuanku. Detik itu, aku mulai mengesampingkan 'Christian si peragu' dan tidur sejenak sebelum memulai perjalanan.


Detik-detik terakhir...

    Sekitar pukul 5 tepat, aku membuka mataku sesudah kurang lebih satu jam tidur. Aku melakukan pengecekan terakhir sebelum keberangkatan dan suasana rumah pagi itu agak panik lebih dari biasanya. Sesudah merasa semua telah siap, aku berdoa dengan mamaku dan berpamitan dengannya yang akan aku tinggal lebih dari 2 minggu.

    Bersama Nicklaus yang memberiku tumpangan, kami bersama berangkat menuju bandara Juanda terminal dua. Di sana sudah menunggu teman-teman lain bersama ce Siska dan ko Hanny yang akan menemani kami sampai ke Kuala Lumpur sebelum kami melanjutkan perjalanan ke Roma dan kemudian ke Lisbon.

Rute Penerbangan kami dari Surabaya ke Lisbon

    

Jangan sendiri!
    Perjalanan ke Kuala Lumpur kami tempuh sekitar dua setengah jam. Seperti yang pernah aku ceritakan, aku tidak nyaman naik pesawat. Untungnya aku duduk di antara dua teman, ce Siska dan SS (nama panggung ceritanya) yang sepanjang penerbangan ngajak aku ngobrol. Tanpa aku sadari, ngobrol dengan mereka mengalihkan pandanganku dari ketakutanku, bahkan ketika turbulensi cukup keras aku berusaha mengalihkan konsentrasi pada percakapan kami dan kepada Yesus alih-alih kepada "gelombang". 
    Dari sini aku belajar satu hal yang penting banget: jangan sendiri! Sama seperti aku yang ketakutan jadi dihibur berkat kehadiran dua orang yang menemani jalanku, bukankah dalam perjalanan hidup kita juga perlu ada teman yang berada bersama kita di jalan? Keberadaan mereka bisa menghibur, menguatkan, dan membuat kita bertahan di perjalanan yang kadang menakutkan dan berat. Maka, jangan sendiri!
    Psst, saking asyiknya berdiskusi, tanpa sadar diskusi kami terdengar di seluruh pesawat. Kata salah seorang teman yang duduk di depan, kami sejenak mengubah penerbangan jadi seminar umum wkwkwk. 
    Setelah beberapa waktu berlalu, tak ada suara yang lebih menenangkan hatiku saat itu dari pengumuman pramugari bahwa "kita akan segera mendarat di Kuala Lumpur". Di sana kami akan melakukan transit dan jalan-jalan singkat sebelum melanjutkan peziarahan kami. 

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...