id="fb-root"> expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Translate

Laman

Jumat, 01 November 2024

WYD: Latar dari Latar Belakang

 

    Aku mau memulai kisah pertama tentang WYD ini dari pertama banget. Yak, dari kisah penciptaan! Netizen: "agak lama ya min ya..." wkwkkw. Tenang saudara-saudara, di sini aku akan menceritakan latar belakang dan hal-hal yang terjadi sebelum akhirnya aku literally terpanggil untuk menjawab "ya" dan memutuskan ikut WYD 2023 kemarin. 


Kenalan Pertama

    Pertama kali aku kenal bahwa ada acara yang namanya World Youth Day alias Hari Orang Muda Sedunia adalah tahun 2011. Waktu itu aku masih SD tapi sudah cukup rajin ikut kegiatan Gereja dan mendengarkan para mama-mama bercengkrama. Terlintas di telinga kisah seseorang yang baru saja pulang dari Madrid dan mengikuti "acara Gereja yang banyak anak mudanya". Inilah 'kenalan pertama' ku dengan WYD meskipun waktu itu tidak meninggalkan kesan apa-apa selain data yang tertinggal di ingatan ini. 

    Tahun 2013 WYD diadakan di Rio de Janeiro, Brasil. Waktu itu aku sudah mulai agak dewasa dan rajin berselancar di media. Aku pun mulai 'nge-fans' dengan acara ini meskipun waktu itu gak pernah kepikiran apa-apa selain "wah keren juga acara ini".

    Tahun 2016 dan 2019 agak beda, mulai periode ini aku sudah mulai 'ngefans berat' dengan WYD sampai salah satu folder musik di HPku adalah kumpulan lagu tema (theme song) WYD dari yang pertama. Selain mulai terkesan dengan event ini bahwa "pasti indah banget ya, zaman sekarang kumpul sama orang muda Katolik dari seluruh dunia", aku yang di masa ini mulai peduli dengan imanku (termasuk dengan mempelajarinya lebih dalam karena gak puas dengan apa yang aku dapat di sekolah dan 'program wajib gereja': persiapan komuni pertama dan krisma) aku melihat acara ini jadi salah satu kesempatan untuk mendalami iman bukan hanya secara teoretis tapi pengalaman nyata

    Selain alasan-alasan tadi, pada dua kesempatan ini juga beberapa teman dekatku berkesempatan pergi ke Krakow (2016) dan Panama (2019) yang mana melihat postingan Facebook dan story IG mereka membantuku untuk melihat secuplik POV jadi peserta WYD.


"Mimpi adalah Koentji"

    Kalo katanya Nidji di lagu Laskar Pelangi mimpi adalah "koentji" kurang lebih itulah yang waktu itu aku imani dan doakan: "Seorang anak dengan ekonomi pas-pasan bisa ikut WYD? Let see...". Waktu itu sikapku adalah bermimpi, berdoa, dan berharap tapi dengan sebuah catatan kecil "entah suatu hari bisa ikut WYD atau nggak aku tidak masalah!" intinya waktu itu aku bukan tipe "ngebet" tapi ya gak ada salahnya bermimpi, siapa tahu...


"WYD berikutnya di Lisboa!"

    Pada misa penutupan WYD 2019 di Panama, aku yang melihat siaran langsungnya begitu excited mendengar pengumuman bahwa WYD berikutnya di Lisboa (Lisbon), Portugal. Alasannya, aku punya devosi spesial dengan Santa Perawan Maria dari Fatima yang mana juga ada di Portugal. Saat itu juga aku baru menyelesaikan 'peziarahan' kecil-kecilan mengikuti replika patung Bunda Maria di Fatima yang mengunjungi beberapa tempat di Surabaya (dan sekitarnya, tapi aku hanya mengikuti yang di Surabaya). Intinya gak tahu kenapa aku yang awalnya "berharap tapi gak ngebet", waktu itu porsi berharapnya jadi agak membesar hehehe.

        Keesokan harinya, seorang teman baik yang aku panggil Ce Christine nge-chat di grup WhatssApp persekutuan doa kami yang kurang lebih berisi "tahun 2022 WYD akan diadakan di Lisboa, Portugal, *dekat dengan Fatima*, lebih dekat dan harusnya lebih murah dari Indonesia. Tidak seperti kalau tuan rumahnya di benua Amerika, yang akan terlalu mahal, WYD di Eropa jadi kesempatan bagus buat yang berminat. Lebih lagi, masih ada 3 tahun untuk nabung." Ce Christine melanjutkan dengan sharing sederhana betapa WYD sangat mengubah hidupnya dan menyarankan kami untuk setidaknya sekali seumur hidup untuk mengikutinya.

    Chat itu seakan mengonfirmasi semua harapanku malam sebelumnya dan gak sampai satu menit sesudah chat itu aku balas "Amin". Entah apa yang ada di pikiranku waktu itu, seakan aku dipenuhi keyakinan dan sejenak semua "tapi-tapi" undur diri dari pikiranku dan digantikan "AMIN". (uniknya aku baru menyadari aku orang pertama dari dua orang di grup berisi kurang lebih 20 orang itu yang mengatakan satu kata empat huruf ini).

    Tak lama sesudah "Amin" di grup WA itu, aku mampir sejenak di ruang adorasi sementara Katedral Surabaya yang waktu itu sedang mengadakan renovasi besar-besaran. Di samping monstrans aku melihat ada patung kecil Bunda Maria dari Fatima. Seperti seorang anak aku bilang "Bunda, WYD berikutnya di Portugal lhoo. Kalau Tuhan berkenan aku bisa bertemu dirimu di Fatima seperti kemarin di Surabaya, tapi kalau nggak juga gak apa-apa." sesudah doa singkat ini, sejauh yang aku ingat, aku tidak pernah memikirkan WYD lagi dan menjalani hidupku seperti biasa. 


Bersambung

to be continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...