Yahh, akhirnya guys, janji admin tertepati juga dan berhubung sekarang masih nuansa kemerdekaan (yah zombie pahlawan maksudnya) maka admin akan membuat post2 Horor yang nggak terlalu serem sih (maklumlah masih amatir) yang admin copas dari Okaruto dan Blog-blog tetangga. Chek it out!
1.Aku Tidak Mati
Aku hanya sangat, sangat sibuk dengan pekerjaan. Rupanya bekerja di industri layanan pelanggan tertentu di musim panas berarti bahwa Anda tidak memiliki waktu luang. Setelah saya mencari cara untuk memperbaiki situasi ini dan / atau bekerja menenangkan saya akan posting secara teratur lagi. Aku benar-benar menyesal meninggalkan semua orang menggantung
2.Hilang dan Menemukan (Lost and Found)
Di daerah saya tinggal, itu cukup umum untuk anak-anak kecil atau orang tua untuk berkeliaran dan tersesat. Ketika itu terjadi, balai kota akan memberikan pengumuman.
"Seorang pria berusia ## tahun telah hilang sejak hari sebelumnya. Ia mengenakan ..."
Dan ketika orang itu ditemukan, pengumuman lain akan dilakukan.
"Orang yang hilang sebelumnya sekarang aman."
Setiap musim dingin Anda dapat mengharapkan untuk mendengar pengumuman tersebut beberapa kali. Bahkan pagi ini ada pemberitahuan bahwa seorang pria berusia 67 tahun mengenakan baju hitam hilang. Ini di luar dingin, tapi kurasa dia hanya ingin berjalan-jalan.
Kemudian di hari itu, tindak lanjut pengumuman dibuat.
"Orang yang hilang sebelumnya telah ditemukan."
"Seorang pria berusia ## tahun telah hilang sejak hari sebelumnya. Ia mengenakan ..."
Dan ketika orang itu ditemukan, pengumuman lain akan dilakukan.
"Orang yang hilang sebelumnya sekarang aman."
Setiap musim dingin Anda dapat mengharapkan untuk mendengar pengumuman tersebut beberapa kali. Bahkan pagi ini ada pemberitahuan bahwa seorang pria berusia 67 tahun mengenakan baju hitam hilang. Ini di luar dingin, tapi kurasa dia hanya ingin berjalan-jalan.
Kemudian di hari itu, tindak lanjut pengumuman dibuat.
"Orang yang hilang sebelumnya telah ditemukan."
(yang bisa tahu artinya cerita kedua ini spesial banget)
3.Rumah Sakit Terbengakalai
Aku mengambil map berisi catatan pasien ke dalam tanganku untuk
melihat apakah ada sebuah telepon yang masuk atau tidak. Begini, aku
melakukan hal ini untuk sebuah tantangan.
Ketika aku mulai
berpikir sebaiknya aku pulang saja karena tak ada sesuatupun yang
terjadi, lampu senterku tiba-tiba mati dan terdengar suara yang keras,
“THUD!” dari tengah kegelapan.
Tiba-tiba saja senterku menyala
dan salah satu temanku melihat ke arah belakangku dengan wajah
ketakutan. Beberapa saat kemudian, kamipun berpencar-pencar seolah-olah
ada “sesuatu” yang mengejar kami. Aku tak tahu apakah sesuatu telah
terjadi, namun aku terlalu takut untuk menoleh ke belakang dan ikut
berlari.
Aku kembali ke tempat dimana kami meninggalkan mobil kami, tapi ...
“Sialan!
Orang macam apa yang meninggalkan temannya seperti ini?” mobil itu
sudah menghilang bersama teman-temanku yang lain, “Sial! Berarti aku
harus berjalan pulang!”
Aku berjalan sambil menyeret kakiku.
Mungkin karena aku belum pernah berlari sekencang itu seumur hidupku
sehingga tubuhku kelelahan. Namun tubuhku terasa berat, seolah-olah ada
yang berpegangan kepadaku.
Apa aku kesurupan? Tunggu, apa yang
barusan kukatakan? Jangan berpikir yang aneh-aneh! Aku hanya ingin
segera kembali ke rumah dan beristirahat. Aku masih memegang map berisi
catatan pasien dari rumah sakit tersebut.
Akhirnya aku tiba di rumah.
Huh?
Ponselku tak ada. Apakah aku menjatuhkannya di rumah sakit itu? Serius,
ini tidak lucu! Aku merasa terlalu takut untuk kembali ke sana.
Tiba-tiba aku melihat lampu merah berkedip. Seseorang meninggalkan pesan di mesin penjawab telepon.
Buku
kudukku mulai berdiri. Urban legend mengatakan jika kamu mengambil
sesuatu dari rumah sakit itu, maka kamu akan menerima telepon dari para
“penghuni” rumah sakit itu yang akan meminta kembali barang apapun yang
kamu ambil.
Apa ini sungguhan?
Dengan gemetar aku menekan tombol “play”.
“Hei, apa kau baik-baik saja? Telepon aku segera jika kamu menerima pesan ini!” ternyata itu dari salah satu temanku.
“Hahahahaha...” aku tertawa. Aku tahu urban legend itu cuma bohongan.
Aku segera mengangkat telepon dan menghubungi temanku itu.
“Hei, apa yang kalian pikirkan? Kalian barusan meninggalkanku sendirian di sana!” seruku marah.
“Ah,
kamu baik-baik saja. Aku lega ...” temanku itu kemudian terdengar
sedang berseru kepada teman-teman kami yang lain yang juga ikut
tantangan itu, “Hei, dia baik-baik saja.”
Aku mulai kesal, “Memangnya apa yang tadi kalian lihat sampai kalian lari ketakutan seperti itu?”
“Hah, kau tidak melihatnya? Serius?”
“Aku
lari dari sana begitu melihat kalian juga berlari. Aku terlalu takut
untuk melihat ke belakang. Kakiku sampai sekarang sakit gara-gara
berlari tadi.”
“Ah, masa kau lupa? Tadi ada sesuatu yang
menarikmu, mungkin karena itu kakimu terasa sakit. Tidak ada luka lebam
atau apa kan?”
“Apa? Apa maksudmu? Tidak ada yang menarikku, kok!”
Dia
kemudian menjelaskan bahwa saat lampu senter kami mati, terdengar suara
“Thud!” yang keras dan begitu lampu senter menyala kembali, mereka
melihat aku sudah terbaring di lantai dengan puluhan tangan muncul dari
lantai, menarik tubuhku erat-erat.”
“Apa?” aku sama sekali tak ingat kalau aku terjatuh tadi. Apa mereka sedang mengerjaiku?”
Setelah menutup telepon, aku terus memikirkan apa yang baru saja terjadi. Namun aku sama sekali tak mengerti.
“Ring ring ring! Ring ring ring!”
Aku segera mengangkat telepon itu, “Hei, apa lagi?”
“Halo, ini dari rumah sakit.”
“Apa? Apa ini semacam lelucon? Ini sama sekali tidak lucu!”
“Ini dari rumah sakit.”
Sial! Apa ini semua serius?
Mataku
menatap ke arah map catatan pasien yang kubawa ke rumah bersamaku. Aku
mendapatkan perasaan tak enak...perasaan yang sungguh tak enak.
Aku merasa bulu kudukku berdiri dan segera aku merasa dalam kesulitan.
“Ma...maafkan
aku...” jawabku ketakutan, “Kumohon maafkan aku....aku akan segera
mengembalikan catatan pasien yang aku ambil. Aku sungguh minta maaf.”
“Tidak...kami tidak memerlukan catatan itu Pak.”
“Maafkan aku, aku takkan melakukannya lagi! Kumohon, maafkan aku! Maafkan aku!”
“Tolong datang ke rumah sakit sesegera mungkin Pak.”
“Maafkan aku...maafkan aku...” tanpa sadar aku mulai menangis.
“Pak,
anda meninggalkan sesuatu di rumah sakit, jika kami tidak salah.
Tolonglah segera datang ke rumah sakit kami. Kami sangat ingin bertemu
dengan anda segera.” Telepon itupun ditutup.
Sial, aku tak bisa
lari lagi. Aku menyiapkan diriku untuk hal terburuk yang bisa terjadi.
Mungkin mereka akan mengatakan bahwa aku lupa untuk menyerahkan hidupku
pada mereka atau hal-hal mengerikan semacam itu.
Aku tak bisa kabur. Tak ada siapapun yang bisa menyelamatkanku. Tak ada jalan lain ...
Waktu berjalan dengan sangat cepat dan akupun tiba di rumah sakit malam itu.
Seorang
suster berdiri sendirian di tengah sebuah lobi yang luas. Satu-satunya
yang kuperhatikan saat itu bahwa ia masih sangat muda dan manis. Yah,
bahkan dalam situasi gawat seperti inipun, hanya hal semacam itu yang
bisa kupikirkan.
“Saya datang untuk mengambil...apapun yang saya tinggalkan di sini...” ucapku gemetar.
“Barang anda yang hilang ada di sini.” dia mengangkat sebuah telepon genggam dan menunjukkan kepadaku.
“Ah, itu telepon saya! Saya pikir saya menjatuhkannya di sini... Apa maksud anda barang yang tinggalkan adalah...ponsel ini?”
“Ya, Pak.”
Aku menghela napas lega setelah menyadari situasinya tak seburuk yang aku duga.
“Terima
kasih! Terima kasih banyak!” aku kemudian menyadari bahwa aku masih
memegang map catatan pasien milik mereka, “Oh ya, ini milik anda! Maaf
saya tadi mengambilnya.”
“Tapi kami benar-benar tak
membutuhkannya Pak.” Saat ia mengatakannya, ia menjatuhkan map tersebut
ke lantai dan tiba-tiba sesuatu muncul dari bawahku, menggapai dan
menarikku hingga aku terjatuh.
“Apa?”
Begitu aku sadar, aku sedang terbaring di lantai dan puluhan tangan tengah menahanku di situ.
4.Segi Empat
Alkisah, lima orang pendaki gunung tersesat di tengah
pegunungan bersalju (versi lain cerita mengatakan mereka merupakan
korban selamat dari suatu kecelakaan pesawat). Karena tidak kuat, salah
satu dari kelima pendaki itu akhirnya meninggal. Namun keempat temannya
yang lain menolak meninggalkan jenazah teman mereka di tengah gunung dan
memutuskan membawanya.
Hingga suatu saat di tengah badai salju, mereka menemukan sebuah pondok kayu.
Mereka
bersyukur dan segera berlindung di dalam pondok kayu itu. Pondok itu
berbentuk segiempat. Pondok itu tampak sudah tua, namun masih kokoh.
Celakanya,
sama sekali tak ada penerangan di dalam pondok itu, sehingga mereka
terpaksa menghabiskan malam dalam kondisi gelap gulita.
Mereka meletakkan jenazah teman mereka di tengah ruangan yang berbentuk segi empat itu.
Mereka mulai bercakap-cakap.
“Malam ini kita tidak boleh tidur. Bila kita tidur, bisa-bisa kita tidak bangun lagi.”
“Ya, aku tahu. Tapi bagaimana caranya? Bila kita tidak melakukan sesuatu, kita pasti akan tertidur.”
“Aku
tahu, kita lakukan saja suatu permainan.” Usul salah satu teman mereka,
masih dalam kondisi gelap gulita. Mereka sama sekali tak bisa melihat
satu sama lain, jadi mereka tak tahu dengan siapa mereka berbicara dan
siapa yang mengusulkan permainan itu.
“Permainan apa?”
“Begini,
ruangan ini kan berbentuk kotak. Bagaimana jika masing-masing dari kita
berempat berdiri di tiap pojok ruangan. Nah, saat permainan dimulai,
salah satu dari kita berlari ke pojok ruangan terdekat dan menepuk
punggung temannya yang ada di situ. Lalu ia yang ditepuk punggungnya
harus berlari lagi untuk menepuk punggung temannya yang ada di pojok
terdekat dengannya. Begitu terus hingga kembali ke orang pertama dan
diteruskan sampai fajar tiba.”
“Itu ide bagus,” semua orang tampaknya setuju, “Dengan begitu kita akan bergerak semalaman dan tubuh kita akan terasa hangat.”
Akhirnya
mereka melakukan permainan itu. Masing-masing dari mereka, sebut saja
A, B, C, dan D berdiri di pojok ruangan. A mulai berlari ke B dan
menepuk pundak B. B kemudian langsung berlari dan menepuk pundak C. C
lalu berlari menepuk pundak D. Dan begitu seterusnya, mereka melakukan
permainan itu hingga pagi.
Saat pagi tiba,
mereka mulai merasa lega. Cahaya mulai menerangi seluruh ruangan
sehingga mereka bisa melihat seisi ruangan. Salah satu teman mereka
rupanya mengenali tempat ini dan tahu jalan keluar dari tempat itu.
Namun saat mereka menyadari bentuk ruangan yang mereka tempati sejak semalam, mereka mulai sadar ada yang tidak benar.
Lalu mereka mulai ketakutan.
Permainan itu ternyata tak sesimpel yang mereka duga.
Permainan
dimulai ketika A berlari dan menepuk pundak B. B kemudian berlari
menepuk pundak C. Lalu C berlari menepuk pundak D. Sampai di sini tak
ada masalah. Namun ketika D berlari ke A, semestinya tak ada orang di
sana, sebab A sudah berada di B. Benar bukan? Sehingga D harus berlari 2
kali agar dapat menepuk pundak A.
Namun saat mereka bermain, tak ada seorang pesertapun yang harus berlari dua kali.
Saat tiba di A, D menepuk pundak seseorang yang kemudian berlari menepuk pundak A yang sedang berada di B.
Merekapun sadar, permainan ini walaupun dilakukan di ruangan berbentuk segi empat, tak bisa dilakukan oleh empat orang.
Permainan ini harus dilakukan oleh lima orang.
Namun mereka hanya ada berempat saat mereka melakukan permainan itu.
Lalu mereka menatap jenazah teman mereka yang terbujur kaku di tengah ruangan.
Ya, mereka tak hanya berempat di dalam ruangan.
Mereka berlima.
5. 21 dan Masih Menghitung
Suatu hari seorang gadis muda tengah menunggu di sebuah stasiun kereta
ketika ia mendengar seseorang bergumam di belakangnya. Ia berbalik dan
melihat seorang wanita duduk di sebuah bangku. Gadis itu menyadari saat
itu hanya ada mereka berdua di stasiun tersebut.
Wanita itu sangat aneh, pikir gadis itu. Wanita itu berumur 40-an dan
duduk dengan tidak tenang. Ia menggoyang-goyangkan badannya ke depan dan
ke belakang sambil bergumam,
“21...21...21...”.
Gadis itu bisa melihat kalau wanita itu terlihat agak “stress”, bahkan mungkin gila.
Ia berniat untuk mengacuhkan saja wanita itu. Namun wanita itu terus saja bergumam,
“...21...21...21...”
Lama-kelamaan gadis itu menjadi penasaran. Iapun bangkit dari kursinya dan menghampiri wanita itu.
“Ibu, apa yang sedang ibu hitung?”
Wanita itu tak menjawab, bahkan tak menatap gadis itu. Ia hanya terus bergumam,
“....21....21...21....”
Gadis itu melihat di sekitarnya, mencoba mencari tahu apa yang sedang
wanita itu hitung. Di saat yang sama, gadis itu heran. Jika ia memang
menghitung sesuatu, mengapa angkanya selalu sama.
Kemudian terdengar suara kereta datang.
Tiba-tiba saja wanita itu menerjang gadis muda dan mendorongnya ke arah rel.
“Aaaaaa!!!” teriak gadis itu, namun terlambat. Kereta yang melaju kencang itu terlanjur menyambar tubuhnya.
Warna merah dari darah gadis itu bercipratan hingga ke dinding dan kursi-kursi di stasiun itu.
Wanita itu kembali duduk seolah tak terjadi apa-apa dan mulai bergumam.
“...22....22...22...”
Yah guys, admin rasa sekian dulu yah post admin hari ini, memang sih acak-acakan (soalnya copas) dilain kesempatan pasti akan admin perbaiki.See you guys,God bless you!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar